FERDINAND DE SAUSSURE DAN PERKEMBANGAN SEMIOLOGI (Martin Krampen)


1. DE Saussure dan Semiologi

Setelah De Saussure meninggal (1915), terbit bukunya yang terkenal berjudul Cours de Linguisti1que Generale. Buku yang membawa perubahan mendasar bagi bidang linguistik ini, merupakan catatan peserta kuliah Linguistik umum de Saussure.

Sumbangan de Saussure bagi semiologi pertama-tama adalah penekanan pentingnya suatu ilmu tanda yang tercantum dalam kata pengantar bukunya. Kedua, ia mengembangkan definisi tanda bahasa yang kemudian dikembangkan lagi oleh pengikut strukturalisme dalam suatu sisitem tanda yang lebih luas.

2. Pengertian Dasar Linguistik Umum Ferdinand de Saussure

Pengertian dasar linguistik de Saussure bertolak dari sederetan dikotomi (pasangan definisi yang beroposisi). Adapun yang akan dibahas di sini bukanlah linguistik de Saussure, melainkan inti semiologi yang juga menjadi dasar konsep linguistiknya.

2.1 Dikotomi “Parole” dan “Lanque”

Menurut de Saussure, langue adalah suatu sistem kode yang diketahui oleh semua anggota masyarakat pemakai bahasa tersebut. Adapun parole adalah penggunaan bahasa secara individual.

Secara implisit dapat ditangkap bahwa langue dan parole beroposisi, tetapi sekaligus juga saling tergantung. Itu berarti bahwa tidak ada yang lebih utama. Di satu pihak sistem yang berlaku dalam langue adalah hasil produksi dari kegiatan parole, dan di lain pihak pengungkapan parole serta pemahamannya hanya mungkin berdasarkan penelusuran sebagai sistem.

2.2 Dikotomi “Signifiant” (Penanda) dan “Signifie” (Petanda) dalam “Langue”

Salah satu ciri dasar signifiant dan signifie sebagai bagian dari tanda dan tanda itu sendiri adalah sifatnya yang relatif. Justru karena langue adalah suatu sistem, bagian dari tanda itu dan tanda itu sebagai kesatuan, maka langue mendapatkan identitas dari arti hanya karena menjadi bagian  dari sistem semacam itu.

Masih berkaitan dengan tanda bahasa, de Saussure berpendapat bahwa ciri dasar tanda bahasa adalah arbitraritas (kesemenaan) absolut. Ini dipertentangkannya dengan tanda bahasa yang mempunyai motivasi. Tanda bahasa jenis itu disebutnya simbol.

Arbitraritas tanda bahasa ini tercermin dalam pembentukan signifiant dan signifie secara sembarangan. Bertentangan dengan itu pada simbol ada kaitan antara signifiant dan signifie.

Dalam perkembangan pengertiannya untuk de Saussure, tanda adalah simbol, sedangkan simbol di bidang semiotika dalam pengertian de Saussure disebut ikon.

2.3 Dikotomi antara Sintagma dan Paradigma

Ciri dasar lain dari langue adalah susunannya yang linear dan berlangsung dalam waktu. Ini membedakannya dari sistem yang tanda-tandanya bersifat ruang. Hubungan dari penanda akuistis ini hanya ada dalam garis waktu karena unsur-unsurnya dilafalkan satu persatu dan membentuk suatu rangkaian. Jenis hubungan semacam ini disebut de Saussure sintagma. Sintagma dipertentangkannya dengan hubungan asosiatif dari tanda serupa yang dapat dipertukarkan dalam sintagma. Hubungan asosiatif dari tanda disebutnya paradigma.

Aspek sintagma dan paradigma bahasa harus dibedakan dari aspek perkembangan waktu. Dengan melihat perkembangan sepanjang masa, kita mengkaji bahasa dengan pendekatan diakronis. Di lain pihak dengan mengkaji bahasa pada suatu masa tertentu, kita mengkaji dengan pendekatan sinkronis.

Di mulai dengan dikotomi perole dan langue, de Saussure membedakan aspek intern dan ekstern dari linguistik. Sifat sistem intern bahasa digambarkannya melalui pembentukan satuan dalam oposisi dari penanda dan petanda, yang mendapatkan identitasnya melalui posisinya dalam struktur sistem tersebut. Tanda bahasa dibedakan de Saussure antara tanda bahasa semena absolut, tanda bahasa yang tidak semena absolut, dan tanda bahasa bermotivasi yang merupakan simbol. Sintagma linear bahasa, yang bersifat waktu, dipertentangkannya dengan asosiasi paradiogma yang susunannya bersifat ruang.

3. Generalisasi Pengerian Dasar Semiologi Dewasa ini

Untuk dapat memberi gambaran dari keadaan semiologi dewasa ini perlu disinggung pokok-pokok lain yang memperluas pengertian-pengertian yang telah dimulai de Saussure.

“Parole”, Isyarat, dan Instrumen

Dalam generalisasi de Saussure terbukti bahwa kegiatan bicara (parole) memegang peranan penting. Melalui kegiatan bicara yang bersifat kongkret terbentuk suatu sisitem bahasa yang bersifat abstrak. Semiologi seperti halnya linguistik terjadi dalam praktik komunikasi.

Dalam semiologi di bidang komunikasi, Buyssens dan Prieto menggunakan istilah isyarat untuk parole. Maksudnya adalah fakta yang langsung dapat ditangkap, dan di samping itu masih memberikan informasi tambahan tentang fakta-fakta lain yang tidak dapat ditangkap secara langsung. Semua isyarat komunikasi juga merupakan tada adanya indikasi; indikasi bukkan saja menunjukkan adanya pengiriman, melainkan juga “membocorkan” siapa/apa pengirimnya. Namun, tidak semua indikasi memberi isyarat supaya dipahami.

Manusia dalam kegiatan berkomunikasi menggunaan instrumen. Isyarat adalah hal khusus dalam aksi komunikasi dari sebuah instrumen. Prieto yang dipengaruhi de Saussure, memandang isayarat sebagai kejadian khusus dari realisasi yang bersifat instrumental untuk mewujudkan aksi khusus dari komunikasi.

This entry was posted in Informasi, makalah, Penelitian and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

3 Responses to FERDINAND DE SAUSSURE DAN PERKEMBANGAN SEMIOLOGI (Martin Krampen)

  1. first camera says:

    makasih banyak untuk infonya,,,salam hangat…

  2. Pingback: UTS MENULIS CONTOH DAFTAR RUJUKAN | jufitasari

  3. kristina says:

    Thanks a lot…. you have already help me to find this material, because my book lose this topic, hahaha…… thanks 🙂

Leave a comment