LANDASAN BIOLOGIS PADA BAHASA


Ditulis oleh M. Nida Fadlan dkk

 

1. Perkembangan Alat  Ujar

Perkembangan alat ujaran (speech organs) dari zaman purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai pertumbuhan yang  paling belakang dan sempurna. Penelitian para ahli purbakala menunjukan bahwa kehidupan di dunia dimulai 3000 juta tahun yang lalu dalam bentuk organisme yang uniseluler. Tiga ratus lima puluh juta tahun kemudian berkembanglah mahluk semacam ikan, yakni, Aghata, yang tak berahang. Lima puluh juta tahun kemudian munculah mahluk pemula dari amfibi. Mahluk ini mempunyai paru-paru dan laring, ini menunjukan telah mulainya tumbuh jalur ujaran (vocal tracks) meskipun bunyi yang keluar barulah desah pernafasan saja. Ketergantungan pada air menjadi lebih kecil dengan tumbuhnya reptil.

Pada sekitar  70 juta tahun yang lalu munculah makluk mamalia yang pertama. Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan bentuk pertama dari selaput suara. Karena telah adanya paru-paru dan selaput suara, maka getaran selaput ini dapat mulai di control. Alat pendengaranpun mulai berkembang. Alat ujar yang sudah ada seperti ini membuat mamalia (monyet,kambing,dsb) dapat mengeluarkan bunyi.

Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah adanya perubahan perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi, dan makin naiknya letak laring yang memungkinkan makhluk untuk untuk bernafas sambil makan dan minum.

Perkembangan terakhir adalah pada primat pada manusia. Alat-alat penyuara seperti paru-paru, laring, faring, dan mulut pada dasarnya sama dengan yang ada pada mamalia lainnya, hanya saja pada manusia alat-alat ini telah lebih berkembang. Struktur mulut maupun macam lidahnya juga berbeda. Akan tetapi, perbedaan lain yang lebih penting antara manusia dengan binatang adalah struktur dan organisasi otaknya.[1]

2. Struktur Mulut Manusia vs Binatang

Kelompok manusia yang dinamakan hominids atau hominidae, itu sendiri juja berevolusi. Konon yang tertua (Australopithecus ramidus) di temukan di akfrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Sementara itu muncul kelompok mausia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi manusia modern (homo sapiens) sekitar  175.000 tahun yang lalu. Pertumbuhan bahasa di perkirakan sekitar 100.000 tahun yang lalu.

Meskipun ada kemiripan antara manusia dengan simpanse, tetap saja kedua mahluk ini berbeda  yang membedakan keduanya adalah kemampuan mereka berkomunikasi dengan bahasa. Perbedaan kemampuan ini sifat genetik, artinya manusia dapat berbahasa sedangkan primat lain tidak karena komposisi genetik antara kedua kelompok primat ini berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis alat suaranya. [2]

  • Pada primat non-manusia simpanse lidah mempunyai ukuran yang tipis dan panjang tetapi semuanya ada dalam rongga mulut. Bentuk yang seperti ini lebih cocok sebagai alat untuk kebutuhan yang non vocal seperti meraba,menjilat dan menelang mangsa. Secara komporatif, ratio lidah dengan ukuran mulut juga sempit sehingga tidak banyak ruang untuk menggerakan lidah keatas,ke bawah,ke depan dan kebelakang. Ruang gerak yang sangat terbatas ini tidak memungkinkan binatang untuk memodifikasi arus udara menjadi bunyi yang berbeda-beda dan distingtif.
  • Berbeda dengan manusia, Secara proposional rongga mulut manusia adalah kecil. Ukuran ini membuat manusia dapat lebih mudah mengaturnya. Lidah manusia secara proposional lebih tebal dari pada lidah binatang dan menjorok sedikit ke tenggorokan memungkinkan untuk di gerakan secara fleksibel sehingga bisa di naikkan,di turunkan, dimajukan, dimundurkan atau di ratakan di tengah. Sehingga dapat menghasilkan bunyi vocal yang bermacam-macam. Gigi manusia yang  jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring kedepan membuat udara yang leluar dari mulut lebih dapat di atur begitu pula bibir manusia lebih dapat digerakan dengan fleksibel. Bibir atas yang bertemu dengan bibir bawah akan menaghasialkan bunyi tertentu, tetapi bila bibir bawah agak ditarik kebelakang dan menempel pada ujung gigi atas akan terciptalah bunyi lain. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dari segi biologi alat pernafasan manusia memang ditakdirkan untuk menjadi primat yang dapat berbicara. [3]

3. Sistem Komunikasi Hewan

Pada binatang, terutama pada manusia, kerja saraf yang bertingkat  tinggi adalah sumber berbagai  reaksi  yang berbentuk kelakuan, dan kerja saraf itu erat sekali tergantung dari berita-berita (message).

Denyutan syaraf yang berasal dari panca indera menggiatkan pusat; sesampai dipusat denyutan syaraf itu menimbulkan jawaban-jawaban refleks; jawaban-jawaban itu diselaraskan dengan berita-berita yang telah membangkitkannya. Diantara reaksi-reaksi ada yang alamai, artinya binatang serta merta mewujudkan, tanpa dididik, berkat sifat-sifat system syarafnya; sebaliknya ada reaksi binatang yang tidak begitu saja timbul dari kemampuan kodratnya: reaks-reaksi itu dapat timbul berkat didikan dan kemahiran yang diperoleh dari pengalaman, usaha dan kekeliruan dalam lingkungan hidup yang selalu sama; dapat juga didikan dan kemahiran itu tergantung campur tangan (intervensi ) aktip oleh individu-individu lain dari jenis yang sama, seperti ayah induknya, atau dari jenis lain umpamanya manusia.

Binatang yang terkuasai oleh nalurinya tidak memandang secara menyeluruh akan situasinya; ia mengadakan reaksi yang selaras dengan rangsang yang diterima pada waktu itu ia tidak ambil pusing pada rangsang lain yang diserap oleh panca indera. Dalam alam binatang ada banyak cara berkomunikasi sebagai pengganti bahasa. Gerak-geriknya cukup mempunyai arti dan dapat membuat keperluan-keperluan yang sederhana diketahui  oleh mereka yang tidak kenal bahasanya. Misalnya: burung, lebah, ikan lumba-lumba, dan simpanse.[4]

Diantara contohnya  adalah:

Bahasa tari lebah

Peranan pembangkit rangsang yang bernilai informative dan merupakan suatu bahasa, terdapat dalam dua hal: yang pertama ialah tari-tarian yang informative dari lebah; hal ini diketemukan oleh von Frisch dari penyelidikan-penyelidikannya yang diteliti telah dapat menentukan bahwa seokor lebah dapat memberitahukan sesuatu kepada seekor  lebah lain umpama tentang adanya makanan pada tempat yang sedemikian, jarak yang sedemikian dan  arah yang sedimikian; kedua hal terakhir ini diberitahukan dengan bahasa tari. Lebah akan mempertunjukan tarian dalam bentuk angka delapan. [5]

4. Kaitan Biologi dengan Bahasa

Di samping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan sturktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi yang lain. Hal ini terutama tampak pada proses pemerolehan bahasa.

Di manapun juga di dunia ini anak memperoleh bahasa dengan melalui preoses yang sama. Antara umur 6-8 minggu, anak mulai mendekut(cooing), yakni mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vocal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat diidentifikasi sebgai bunyi apa, tapi  sudah merupakan bunyi. Pada sekitar umur 6 bulan mulailah anak dengan coloteh(dabbling), yakni, mengeluarkan bunyi yang merupakan suku kata. Pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai dapat mengeluarkan  bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monomorfemik (bersuku kata satu). Maka suku itu, atau sebagai dari suku, mulai diujarkan. Untuk bahasa yang kebanyakan polimorfemik maka suku akhirlah yang diucapkan. Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata (one word utterance), lalu menjelang umur 2 tahun mulailah dengan ujaran dua kata. Akhirnya, sekitar umur4 atau 5 tahun anak dapat berkomuniaksi dengan lancar.

Patokan minggu, bulan, dan tahun seperti dipaparkan diatas haruslah dianggap relative karena factor biologi pada manusia itu tidak semua sama. Yang penting Dari patokan itu adalah urutan pemerolehan pada anka itu sama: dari dekutan, kecelotehan, keujatan satu kata dan kemudian kujaran dua kata, dan seterusnya. [6]

Sejak kira-kira satu abad yang lalu, sudah ada asumsi dasar bahwa ada kaitan langsung antara bahasa dan otak. Yang selalu di cari jawabannya hingga sekarang ialah dimana pusat-pusat dalam otak manusia untuk kemampuan dan perlakuan(kompentence dan performance), yang disebut lokalisasi (localization). Seorang ahli bernama Dr. Paul Broca mengatakan dengan mantap bahwa kemampuan berbicara kita berpusat pada otak sebelah kiri.[7]

Dengan fakta-fakta seperti dipaparakn diatas maka pandangan masa kini mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah fenomena biologis, khususnya fenomena biologi perkembangan. Arah dana jadwal munculnya suatu elemen dalam bahasa adalah masalah genetic. Orang tidak dapat mempercepat atau memperlambat muculnya suatu elemen bahasa. Factor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu apa yang sudah ada pada biologi manusia.[8]

 

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Pateda, Mansoer. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Flores: Nusa Indah, 1990.

Subyakto, Sri Utaru dan Nababan. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.


[1] Soenjono Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 189-191.

[2] Soenjono Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 192-197.

[3] Soenjono Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 192-197.

[4] Mansoer Pateda. Aspek-Aspek Psikolinguistik. (Flores: Nusa Indah, 1990), h. 15-17.

[5] Mansoer Pateda. Aspek-Aspek Psikolinguistik, h. 15-17.

[6] Soenjono Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 197-199.

[7] Sri Utaru Subyakto dan Nababan. Psikolinguistike: Suatu Pengantar (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 108-109.

[8] Soenjono Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 199.

This entry was posted in makalah, Penelitian and tagged , , , . Bookmark the permalink.

4 Responses to LANDASAN BIOLOGIS PADA BAHASA

  1. Hanafi Pelu says:

    trima kasih atas tulisanya

  2. siti hamzah says:

    it’s great

  3. Cecep says:

    Bagus:-) 八股是你

  4. Cecep firman says:

    Bagus. I like. 🙂 八股是

Leave a comment