SOSIOLOGI UMUM


A. Pengertian Sosiologi

Secara etimologis, sosiologi berasal dari bahasa Yunani, yakni socius yang berarti teman atau masyarakat dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologis, beberapa ahli mendefinisikan sebagai berikut:

1.      Auguste Comte mendefinisikan bahwa sosiologi adalah kajian sistematis mengenai komunitas kehidupan manusia.[1]

2.      Pitirim Sorokin menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, antara gejala sosial dan non-sosial, serta ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.[2]

3.      Emile Durkheim menyatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, atau berperasaan yang berada di luar individu, dan fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.[3]

Sosiologi dapat didefinisikan sebagai kajian ilmiah mengenai hubungan antara manusia. Kata “hubungan” merupakan kata kunci dalam mengkaji sosiologi. Sosiologi berhubungan dengan aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, tetapi hanya fokus pada pengaruh dan akibat dari hubungan interaksi antar manusia.[4]

Dari beberapa definisi tersebut jelas disebutkan bahwa objek kajian sosiologi adalah hubungan masyarakat dan proses yang terjadi dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

 

B. Sejarah Perkembangan Sosiologi

Sosiologi lahir sejak manusia bertanya tentang masyarakat, terutama tentang perubahannya. Sosiologi dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir belasan abad kemudian setelah para pemikir Yunani kuno, terutama Sokrates, Plato, dan Aristoteles beranggapan bahwa masyarakat terbentuk begitu saja tanpa ada yang bisa mencegah. Masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran. Kemakmuran maupun krisis dalam masyarakat merupakan masalah yang tidak terelakkan.

Anggapan tersebut terus dianut semasa abad pertengahan (abad ke-5 M sampai akhir abad ke-14 M). para pemikir seperti Agustinus, Avicenna, dan Thomas Aquinas menegaskan bahwa nasib masyarakat harus diterima sebagai bagian dari kehendak Ilahi. Sebagai makhluk yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi pada masyarakat.[5]

Sebagai disiplin ilmu, sosiologi baru lahir pada abad ke-18 dan 19 Masehi. Pada saat itu masyarakat tradisional Eropa mengalami perubahan yang pesat dan signifikan sehingga tidak bisa dipahami, lantaran para sarjana belum memiliki tradisi intelektual terkait masalah kemasyarakatan.

Kekuatan utama yang mengubah peradaban Eropa selama abad ke-19 adalah revolusi industri. Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangsawan dan kaum rohaniawan yang semula bergelimang harta dan kekuasaan disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang ditetapkan.

Revolusi ini sepenuhnya telah menyusun kembali bentuk masyarakat dan mengubah cara manusia hidup. Rakyat biasa mulai percaya bahwa mereka mempunyai hak yang sama dalam pemerintahan dan beberapa hak lainnya dengan semangat kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Itulah latar belakang lahirnya sosiologi di dunia Eropa. Auguste Comte dianggap sebagai pendiri sosiologi dengan mencetuskan sebuah disiplin ilmu baru dengan teori-teorinya yang merepresentasikan sebuah usaha untuk secara lebih baik memahami kekuatan-kekuatan sosial yang merambah di hampir seluruh wilayah Eropa dan mengubah tatanan masyarakat yang telah mapan sebelumnya.[6]

C. Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan (science) menuntut perkembangan teori yang dapat diuji melalui penelitian sistematis. Diukur dengan standar ini, keberadaan sosiologi di alam manusia muncul sekitar pertengahan tahun 1800-an, ketika para pengamat sosial mulai menggunakan metode ilmiah untuk menguji keberadaan asal-usul sosiologi yang pada saat itu dipelopori oleh Auguste Comte ketika itu ia mulai menganalisis perubahan masyarakat akibat revolusi Perancis.[7]

Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yaitu:[8]

1.      Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.

2.      Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha unutk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.

3.      Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah dan sistematis.

Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, sosiologi memiliki sifat-sifat yang membuatnya sebagai ilmu pengetahuan, yaitu:[9]

1.      Sosiologi bersifat empiris. Kajian sosiologi dilakukan berdasarkan observasi, tidak spekulatif, dan hanya menggunakan akal sehat.

2.      Sosiologi bersifat teoritis. Sosiologi berusaha menyusun abstraksi hasil observasi yang disusun secara logis dan bertujuan untuk menjelaskan sebab-akibat.

3.      Sosiologi bersifat kumulatif. Sosiologi disusun berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya dalam arti memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori-teori sebelumnya.

4.      Sosiologi bersifat non-etis. Yang dilakukan oleh sosiologi adalah bukan mencari baik atau buruknya sebuah fakta, tetapi menjelaskan fakta-fakta tersebut secara analitis.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Cuber, John F. Sociology: A Sinopsis of Principles. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc., 1947. Reprint, New York: Meredith Publishing Corporation, 1968, edisi ke-6.

Definisi/Pengertian Sosiologi, Objek, Tujuan, Pokok Bahasan, dan Bapak Ilmu Sosiologi, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-sosiologi-objek-tujuan-pokok-bahasan-dan-bapak-ilmu-sosiologi.

Henslin, James M. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Penerjemah Sunarto. Jakarta: Erlangga, 2007, edisi ke-6.

Hess Beth B. dkk. Sociology. New York: Macmillan Publishing Company, 1982, edisi ke-2.

Manfaat Mempelajari Sosiologi Hukum, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/04/myposting_11504.html.

Maryati, Kun. Sosiologi. Jakarta: ESIS, 2007.

Razak, Yusron, ed. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam. Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008.

Sosiologi, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi.


[1] Beth B. Hess, dkk., Sociology (New York: Macmillan Publishing Company, 1982), edisi ke-2, h. 11.

[2] Yusron Razak, ed., Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008), h. 1.

[3] Definisi/Pengertian Sosiologi, Objek, Tujuan, Pokok Bahasan, dan Bapak Ilmu Sosiologi, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-sosiologi-objek-tujuan-pokok-bahasan-dan-bapak-ilmu-sosiologi.

[4] John F. Cuber, Sociology: A Sinopsis of Principles (New York: Meredith Publishing Corporation, 1968), edisi ke-6, h. 4.

[5] Manfaat Mempelajari Sosiologi Hukum, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/04/myposting_11504.html.

[6] Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 2-3.

[7] James M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Penerjemah Sunarto (Jakarta: Erlangga, 2007), edisi ke-6, h. 5.

[8] Sosiologi, artikel diakses pada 23 Maret 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi

[9] Kun Maryati, Sosiologi (Jakarta: ESIS, 2007), h. 11.

This entry was posted in makalah and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

1 Response to SOSIOLOGI UMUM

  1. Iis is' says:

    Thank’s 🙂

Leave a comment